Senin, 24 Oktober 2011

resesi buku paranoid


Kisah Penderita Skizofrenia
Judul Buku : Paranoid “Ketakutan yang menghantui”
Penerbit : Fatamorgana Publisher
Edisi dan Tahun Terbit : Cetakan Pertama, juli 2011
Jumlah Halaman : 183 Halaman
Harga Buku : Rp 35.000
Gambar Sampul Depan :
Seorang wanita yang mengidap skizofernia sedang duduk dikasur disebuah lorong.
Kutipan sampul belakang :
Diawali oleh perjalanan darat melewati jalan lintas utara sumatra, yang ditempuh Gei bersama tunangannya Aldi. Sesampainya di pom bensin nansunyi moil mereka berhenti. Namun Aldi yang menunju toilet, tak kunjung kemali. Gebi yang panik melompat ke pos polisi setemat. Namun anehnya petugas pengisi bensin mengaku tak pernah melihat sosok Aldi, dia mengaku melihat Gebi hanya mengemudi sendiri.
Tanggapan Pribadi :
Novel  mengisahkan seorang gadis bernama Gebi yang mengidap penyakit skizofrenia. Gebi memiliki pacar bernama Jodi, tetapi sang kekasih megkhianatinya setelah menghamili Gebi. Gebi yang sudah meninggalkan semuanya termasuk keluarganya sendiri demi sang kekasih akhirnya frustasi. Dia sering minum obat penenang terlalu banyak sehingga dia selalu berimajinasi tentang kekasihnya bernama Jodi. Akan tetapi di dalam imajinasinya Jodi bernama Aldi. Geby berkali-berkali menyelamatkan Aldi di dalam imajinasinya. Cerita di dalam buku ini sangat tragis dan menyedihkan.
Gaya bahasa dalam novel ini agak sulit dipahami, tetapi jika kita dapat memahami makna tulisannya kita dapat membayangkan seolah-olah kita berada di dalam imajinasinya Gebi. Novel ini juga menceritakan tentang ketulusan cinta seorang wanita. Menguras emosi dan kesedihan cerita didalamnya.
Menurut saya novel ini bisa dibaca remaja. Novel ini tidak menakutkan seperti covernya. Novel ini juga tidak tentang cinta-cintaan yang berlebihan. Banyak pengalaman hidup Gebi yang kita bisa ambil sisi positif dari tokoh utamanya. Intinya novel ini sangat menarik untuk dibaca. Akhirnya ceritanya tidak dapat ditebak dan akan membuat penasaran Anda saat pertama kali membaca buku ini. 

resensi


Tugas 2 Resensi
a.       Pengertian
Resensi jika dari bahasa Latin, revidere (kata kerja) atau recensie. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Tindakan meresensi mengandung memberikan penilaian, mengungkapkan kembali isi pertunjukan, membahas, dan mengkritiknya.
Dalam buku Bahasa dan Sastra Indonesia (yang ditulis Euis Sulastri dkk) istilah resensi berasal dari bahasa belanda, retentie, yang berarti kupasan atau pembahasan. Jadi, pengertian resensi adalah kupasan atau pembahasan tentang buku, film, atau drama yang biasanya disiarkan melalui media massa, seperti surat kabar atau majalah.
Pada Kamus Sinonim Bhasa Indonesia disebutkan bahwa resnsi adalah pertimbangan, pembicaraan,atau ulasan buku.
b.      Komponen Resensi
Ketika memutuskan untuk menulis resensi ke media massa maka orientasinya adalah pembaca. Kita perlu memikirkan alasan seseorang pada saat membaca suatu resensi. Salah satu alasan seseorang membaca resensi adalah untuk mencari masukan buku mana yang bagus untuk dibeli. Karena itu, setidaknya ada dua hal yang dicari pembaca, yaitu gambaran dan penilaian buku. Dua hal inilah patokan kita mengembangkan resensi.
-        Judul
Judul ini berbeda dengan judul yang diresensi. Judul ini adalah gambaran sudut pandang yang ditonjolkan dalam meresensi.
-        Identitas Buku
Identitas buku berisi judul buku (kalau buku terjemahan, sertakan pula judul aslinya), pengarang, penerbit, tahun terbit dan edisinya (apakah buku itu dicetak berapa kali), jumlah halaman, harga buku (kalau diperlukan).
-        Pembuka
Bagian pembuka seperti membuat lead pada jenis tulisan lainnya. ada dua lead sederhana yang biasa dipakai. Pertama, mencari kutipan yang paling menarik dari isi buku. Sebagai tips ketika membaca kita perlu menandai kalimat-kalimat yang menarik dalam buku yang hedak diresensi, karena mungkin kita memilih jenis lead ini. Kedua, menceritakan isu yang sedang hangat lalu dikaitkan dengan isi buku. Selain dua contoh ini masih banyak gaya lead lain.
-        Isi
Bagian isi biasanya berisi sinopsis, pengenalaran pengarang, dan penilaian kekurangan-kelebihan buku. Biasanya yang dinilai ada empat hal. Pertama, kaitan penulis dengan buku dan tujuan penulisannya. Kedua, korelasi antarbab. Ketiga, bahasa yang digunakan penulis. Keempat, tampilan buku, mulai dari sampul maupun isi teks, soal keterbacaan dan keindahannya.
-        Penutup
Bagian penutup iasanya adalah penentuan sasaran yang cocok membaca buku tersebut. Apa bisa dibaca semua orang, atau diaca para akademisi, atau dibaca para penggemar hobi tertentu misalnya. Atau kita juga bahkan boleh menilai yang cukup ekstrem, misalnya buku ini belum layak terbit karena terlalu banyak kesalahan di mana-mana.

c.       Teknik Membuat Resensi Buku
Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.
Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
1.      Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
2.      Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini.... begitu” setelah membaca karya resensi.
3.      Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.
4.      Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5.      Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.
Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;
v Tahap Persiapan
1.   Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.
2.   Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).
3.   Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;
Judul Karya Resensi

Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
v Tahap Pengerjaan
1.   Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.
2.   Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;
·      Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
·      Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
·      Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
·      Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
·      Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
·      Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
·      Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
v Tahap Publikasi
1.   Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
2.   Menyertakan cover halaman depan buku.
3.   Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.(yons achmad)


Sumber :

Minggu, 02 Oktober 2011

Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif


·         PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika.
Logika dapat didefinisikan secara luas sebagai pengakajian untuk berpikir secara valid. Dalam dasar penalaran logika terdapat dua jenis yang perlu kita ketahui yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif.
·         PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif yang kadang disebut logika deduktif adalah penarika kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya umum menjadi sebuah kesimpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus. Dedukasi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Penarikan kesimpilan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis. Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis.
Contoh :
-        Semua makhluk hidup perlu makan untuk memperthankan hidupnya (Premis Mayor)
-        Nina adalah seorang makhluk hidup (Premis minor)
-        Jadi, Nina perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa Nina juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya.
Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya tidak sah.
Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan dari riga hal uaitu :
1.      Kebenaran premis mayor
2.      Kebenaran premis minor
3.      Keabsahan penarikan kesimpulan.
Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
·         PENALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif yang sering disebut juga logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.
Bentuk-bentuk penalaran induktif :
a)      Generalisasi :
Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Contoh generalisasi:
-          Jika dipanaskan, besi memuai
Jika dipanaskan, tembaga memuai
Jika dipanaskan,emas memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai
-          Jika ada udara, manusia akan hidup
Jika ada udara, hewan akan hidup
Jika ada udara, tumbuhan akan hdup
Jadi, jika ada udara makhluk hidup akan hidup.
b)      Analogi
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh analogi :
Nina adalah lulusan Akademi Amanah
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademu Amanah
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
c)      Hubungan kausal
Penalran yan diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan
Macam-macam hubungan kausal :
1)      Sebab-akibat
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2)      Akibat-sebab
Andika tidak lulus ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3)      Akibat-akibat
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga beranggapan jemuran di rumah basah
            Induksi merupakan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran induktif  simulai dengan mengemukakan pernyataam-pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Misalkan kita mempunyai fakta bahwa katak makan untuk mempertahankan hidupnya, ikan, sapi, dan kambing juga makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa semua hewan makan untuk mempertahankan hidupnya.
Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan keuntungan yang pertama adalah pernyataan yang bersifat umum sekumpulan fakta yang ada dalam kehidupan yang beraneka ragam ini dapat dipersingkat dan diungkapkan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah sekedar koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan juga fakta-fakta tersebut.
·         KOLERASI PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF
Kedua penalaran tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, anatara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mngisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang mengunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.

Sumber :

Nama : Septarianingsih
Kelas : 3EB19
NPM : 25209749

Minggu, 10 April 2011

Hukum perjanjian


HUKUM PERJANJIAN
Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan sesuatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya, tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakatu oleh masing-masing pihak.
Hukum perjanjian akan sah di hadapan hukum jika memenuhi syarat sahnya. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting, yaitu:
1.      Terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak manapun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan
2.      Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut
3.      Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
4.      Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditunjukan kejahatan.
Akibat timbulnya erjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakan dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
1.      Perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.      Perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karenaa adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
3.      Perjanian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Menurut KUHPerdata, ila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prateknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutka pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetao tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.
Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langdung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam perjanjian. Mengenaik hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan:
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestasi tersebut serta bunganya. Dalam pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang haruus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.
Berbeda halnya jika terjadi force majeur yaitu dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata)

Kamis, 24 Februari 2011

Hukum dan Hukum Ekonomi


ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
TUGAS 1

I.  Hukum
1.      Definisi Hukum
Definisi hukum menurut beberapa pakar :
a.    R. Soeroso, SH
Definisi hukum secara umum : humpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi hukum sebagai berikut :
-   Peraturan dibuat oleh yang berwewenang
-   Tujuannya mengatur tata tertib kehidupan masyarakat
-   Mempunyai ciri memerintah dan melarang
-   Bersifat memaksa dan ditaati
b.    Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
c.    Drs. C.S.T kansil, SH
Hukm itu mengadakan ketata-tertiban dalam pergaulan manusia, sebagai keamanan  dan ketertiban terpelihara.
d.   J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH
Hukum itu ialah eraturan-peraturan yan bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran yang dikenai tindakan-tindakan ukum tertentu.
e.    Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
f.     Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
g.    Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup- perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/ penguasa itu.
2.      Ciri-ciri Hukum
Hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Adanya perintah atau larangan
b.      Perintah atau larangan itu harus ditaati oleh semua orang
c.       Pelanggarnya dikenakan sanksi.
3.      Sifat Hukum
Hukum bersifat memaksa dan mengatur terhadap subyek hukum, yaitu manusia yang bertempat tinggal diwilayah hukum tersebut. Sifat memaksa dan mengatur sangat diperlukan dalam penegakan hukum.
4.      Sebabnya hukum ditaati orang menurut Utrecht, yaitu:
-          Karena orang merasakan bahwa peraturan dirasakan sebagai hukum. Mereka enar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut.
-          Karena orang harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Penerimaan rasional itu sebagai akibat adanya sanksi-sanksi hukum supaya tidak mendapat kesukaran orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum karena melanggar hukum mendapat sanksi hukum.
-          Karena masyarakat menghendakinya. Dalam kenyataannya banyak orang yang tidak menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum/ belum. Mereka tidak menghirauka dan baru merasakan dan memikirkan apabila telah melanggar hingga merasakan akibat pelanggaran tersebut. Mereka baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dbatasi oleh peraturan hukum yang ada.
-          Kaena adanya paksaan (sanksi) sosial. orang merasakan malu atau khawatir dituduh sebagai orang yang sosial apabila orang melanggar suatu kaidah sosial/ hukum.
5.      Sedangkan tujuan hukum itu sendiri menurut :
a.    Apoldoom adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
b.    Prof. Soebekti, tujuan hukum adalah mengabdi tujuan negara yang intinya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya.
6.      Sumber-sumber Hukum
Sumber hukum pada hakikatnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1.      Sumber hukum materiil
Yaitu sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap orang. Sumber hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum, kondisi sosial-ekonomi, hasil penelitian ilmiah, tradisi, agama, moral, perkembangan internasional, geografis, dan politik hukum.
2.      Sumber hukum formil
Sumber hukum formil yang dikenal dalam ilmu hukum berasal dari 6 jenis, yaitu :
-       Undang-undang (UU)
Yaitu peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku warga negara. UU dapat berlaku dalam masyarakat, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu.
-       Kebiasaan
Merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan dipatuhi sebagian nilai-nilai hidup yang positif. Namun tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang adil dan mengatur tata kehidupan masyarakat sehingga tiak semua kebiasaan dijadikan sumber hukum. Selain kebiasaan dikenal pula adat istiadat yaitu himpunan kaidah sosial berupa tradisi yang umumnya ersifat sakral yang mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu.

-       Traktat
Atau perjanjian antar negara merupakan suatu perjanjian internasional antar 2 negara atau lebi. Traktat dapat dijadikan sumber hkum formal jka memenuhi syarat formal tertentu, misalnya dengan proses ratifikasi. Traktat dalam hukum internasionaldibedakan atas 2 jenis yaitu :
a.       Treaty, perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk disetujui sebelum diratifikasi kepala negara.
b.      Agreatment, perjanjian yang di ratifikasi terlebih dahulu oleh kepala negara baru disampaikan kepada DPR.
-       Yurisprudensi
Putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap kemudian diikutu oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama. Yurisprudensi biasa disebut juga judge made law ( hukum yang dibuat pengadilan) sedangkan yurisprudensi di negara-negara anglo saxon atau commonlaw diartikan sebagai ilmu hukum.
-   Doktrin
Pendapat atau ajaran para ahli hukum yang terkemka dan mendapat pengakuan dari masyarakat misalnya hakim dalam mememriksa perkara atau pertimbangan putusan dapat menyebut doktrin dari ahli hukum tertentu dengan menetapkan doktrin merupakan salah satu sumber hukum formil. Doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan, traktat, dan yurisprudensi sehingga bukanlah dianggap sebagai hukum namun doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang bersifat obyektif dan dapat dijadikan sumber penemuan hukum bagi hakim.
-   Hukum Agama
Hukum agama adalah hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci
7.      Fungsi Hukum
Menurut soerjono soekamto mengemukakan bahwa fungsi hukum adalah sebagai berikut:
·      Pengendalian sosial
·      Memperlancar proses interaksi sosial
·      Menata masyarakat


II.  Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekoniman. Hukum berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum ekoomi adalah penjabaran ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial sehingga hukum tersebut mempunyai dua aspek berikut :
1.      Aspek pengaturan usaha- usaha pembangunan ekonomi.
2.      Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan hasil dan pembangunan ekonomi secara merata diseluruh lapisan masyarakat.
Contoh hukum ekonomi :
-          Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
-          Apabila pada suatu lokasi berdiri pusat pertokoan hypermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka akan dapat dipastikan toko-toko kecil yang berada disekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
-          Jika nilai kurs dolar Amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
Hukum ekonomi Indnesia dibedakan menjadi 2, yaitu :
a.       Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
b.      Hukum Ekonomi Sosial
Hukum ekonom sosial adalah yang menyangkut peraturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembanguna ekonomi nasional secara adil dan merata dalam HAM manusia Indonesia.
            Namun ruang lingkup hukum ekonomi tidak dapat diaplikasikan sebagai satu bagian dari salah satu cabang ilmu hukum, melainkan merupakan kajian secara interdisipliner dan multidimensional.
Atas dasar itu, hukum ekonomi menjadi tersebar dalam berbagai peraturan undang-undang yang bersumber pad pancasila dan UUD 1945.



 

itasepta Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez